Cinta merupakan anugerah yang Allah berikan kepada manusia. Begitu juga aku yang mendapatkan anugerah tersebut, yang dengannya aku menjadi lebih memahami banyak hal. Kisah ini terjadi pada masa awal aku kuliah. Aku pertama kali bertemu dengannya secara tidak sengaja pada suatu forum. Pertemuan yang seolah-olah seperti kebetulan saja, namun mungkin saja itu adalah rencana Allah untukku agar aku bisa bisa mengambil pelajaran dan hikmah dalam hidupku.
Ada sebuah ungkapan, “S
egala sesuatu pasti ada hikmah dan pelajaran, baik yang tampak maupun yang tidak tampak. Hal yang perlu dilakukan adalah menangkap hikmah yang tampak dan menyingkap yang tidak tampak.”
Ungkapan diatas juga sejalan dengan surat Fushilat ayat 53 yang intinya adalah Allah telah menunjukkan tanda-tanda kekuasaan-Nya di seluruh penjuru dan pada diri manusia itu sendiri agar kebenaran menjadi jelas.
Dari kedua hal diatas tentu saja kita bisa mengambil kesimpulan bahwa segala sesuatu, baik eksistensi penciptaan –alam dan segala isinya, termasuk manusia– serta segala kejadian yang mengiringinya, baik yang terjadi di alam raya ini maupun kejadian yang menimpa kita, semuanya memiliki hikmah dan pelajaran. Tinggal kita saja pandai-pandai mengekstrak hikmah yang ada didalamnya.
Akupun berusaha mengambil pelajaran dari kisah cintaku ini. Aku merasa beruntung bertemu dengan wanita seperti dia. Cara dia mencintai Islam jauh lebih baik diriku. Ketika aku masih diselimuti rasa malas, dia sudah bergegas memanfaatkan waktunya untuk membaca. Ketika aku tidak bisa menahan keinginanku untuk makan banyak, dia sudah menjalankan puasa senin-kamis. Ketika aku masih terperangkap dalam mimpi tidurku, dia sedang menjalankan
qiyamul lail.
Perbedaan yang sangat jauh antara diriku dan dirinya. Aku mengaguminya. Kekagumanku kepada dirinya membuatku sedikit demi sedikit mempelajari gaya hidupnya, kemudian mencoba mengikutinya. Ketika aku sudah mengikuti –meskipun baru sedikit– gaya hidupnya, kekagumanmu mulai tumbuh menjadi cinta. Singkat kata, pada akhirnya aku jadi mencintainya. Kekaguman berubah menjadi cinta. Dan karena cinta, aku rindu ingin bertemu. Namun, ketika bertemu, aku justru menghindar dan berusaha menjauh. Aneh memang, tapi begitulah kenyataannya.
Aku beranikan diri untuk mengiriminya sms. Memang isinya berupa motivasi. Namun, dibalik itu semua tersembunyi niat yang tidak baik. Ya, aku mengiriminya sms dengan tujuan agar aku bisa berinteraksi dengannya, ngobrol dengannya sehingga rasa rindu dihatiku ini bisa terobati. Dan benar saja, dia membalas smsku. Bahkan, balasan kata-kata motivasinya itu membuatku semakin kagum kepadanya.
Puncaknya, aku memberanikan mengungkapkan –via sms– perasaan cinta yang sudah tidak mampu aku bendung itu. “
Mungkin ini saat yang tepat. Aku mencintaimu karena Allah. Aku mengagumimu bahkan pada saat pertama kita bertemu. Tenang saja, aku tidak akan memintamu untuk menjadi pacarku, aku hanya mengungkapkan perasaan yang jika terus kutahan hanya akan menjadi beban bagi diriku. Namun kumohon, setelah kau tahu ini, kau jangan membenciku.”
Keesokan harinya, dia membalasku. ”
Sebagai muslimah aku minta maaf sama kamu. Mungkin karena sikap aku kamu jadi begini. Aku ga akan memutus silaturahmi. Kita sama-sama koreksi diri aja, jangan sampai kita terlena dengan perangkap iblis. So, simpan apa yang kita rasa, berdoa kepada Allah. Dia lebih tahu mana dan siapa yang terbaik untuk kita masing-masing.”
Sms balasan yang dia kirimkan tepat sasaran dengan keadaanku saat itu. Aku sadar bahwa aku terjerat perangkap iblis. Dengan cerdik iblis menjadikan hawa nafsu yang ada pada diriku seolah-olah seperti sebuah kebaikan dengan dalih cinta karena Allah. “
Terima kasih ya Allah, Engkau menyadarkanku melalui sms balasan dia. Ya Allah, aku sangat bersyukur Engkau mempertemukanku dengannya. Aku menyadari bahwa aku telah melakukan kesalahan yang besar. Jika aku mencintainya karena-Mu, seharusnya aku tetap memendam perasaan tersebut dan hanya bertawakkal kepada-Mu.”
Kemudian, aku membalas smsnya dengan ucapan terima kasih karena telah mengingatkanku. Sejak saat itu, aku berusaha untuk tidak mengirimnya sms lagi dan berusaha menghindar ketika bertemu dengannya. Aku khawatir akan terperangkap perangkap iblis yang sama dua kali.
“
Maaf. Mungkin kau adalah orang yang paling aku cuekin, seperti aku jauhi dan hindari seolah-olah kau tidak ada. Aku melakukan itu bukan karena aku membencimu. Aku melakukan itu justru karena aku sangat mencintaimu, karena kau adalah sangat spesial bagiku. Aku malu dan tidak berani bahkan untuk berbicara kepadamu. Maaf, itu adalah satu-satunya caraku untuk menunjukkan kecintaanku padamu.”
“
Ya Allah, maafkanlah keegoisan hamba-Mu ini. Aku sangat mencintainya. Namun, jika aku mencintainya bukan karena-Mu, arahkanlah cintaku kepadanya hanya karena-Mu Ya Allah. Aku tahu cinta hanya berdasarkan hawa nafsu, cinta yang tanpa bersandarkan karena kecintaan kepada-Mu adalah cinta yang palsu. cinta yang akan mudah pudar, cinta yang justru akan menyiksa diri, dan dampak yang paling parah adalah kehilangan keridhaan-Mu. Maka, aku berlindung kepada-Mu dari cinta yang seperti itu ya Allah.”
Aku teringat pada sebuah sms yang dia kirimkan kepadaku. “
Tulislah rencanamu dengan pensil dan biarkan Allah yang memegang penghapusnya. Niscaya Dia akan menghapus yang buruk dari rencanamu dan menggantinya dengan yang lebih baik.”
Hal yang aku pahami dari pesan itu adalah bahwa kita mesti bertawakkal –menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah– atas apapun yang terjadi pada kita. Maksudnya, kita hanya menjadikan Allah sebagai sandaran dan tempat bergantung. Tidak peduli sebagus dan seindah apapun rencana yang kita miliki serta setinggi apapun persentase keberhasilannya, kita harus tetap bertawakkal Allah. Hal itu karena Allah-lah yang berhak memutuskan segala sesuatu. Aku teringat pada surat Al-Baqarah ayat 216 yang senada dengan hal tersebut. Pada akhir ayat tersebut, Allah menyatakan bahwa hal yang menurut kita baik belum tentu menurut Allah baik. Sebaliknya, hal yang menurut kita buruk belum tentu menurut Allah buruk.
“
Ya Allah jika dia pasangan yang terbaik untukku, maka dekatkanlah. Jika tidak, maka gantilah dengan yang terbaik untukku, dan berikanlah dia pasangan yang terbaik juga. Kemudian, lapangkanlah hatiku dan hatinya dalam menerima segala keputusan-Mu itu. Aku tahu, Engkau adalah penulis skenario yang terbaik.”
Aku yakin bahwa Allah akan selalu memasangkan pria yang shaleh dengan wanita yang shalehah. Dia adalah seorang wanita yang shalehah. Jika aku ingin agar Allah memasangkanku dengan wanita sepertinya, satu-satunya hal yang mesti kulakukan adalah menjadi pria yang shaleh, yang senantiasa mengintrospeksi diri, dan selalu memperbaiki diri. Dengan begitu aku akan dipertemukan oleh Allah dengan seorang wanita shalehah sebagai istriku suatu hari nanti.
Semoga…